Dukun.Asia
Cerita Kisah Kyai Pamungkas

Panggonan Wingit: TERJADINYA TELAGA PACA, HALMAHERA

Panggonan Wingit: TERJADINYA TELAGA PACA, HALMAHERA

Air telaga sebanyak seruas bambu yang dibawa dari Galela, untuk sang kekasih, dari hari ke hari terus meluap, meluap dan meluap hingga menjadi telaga…

 

Hatta, pada suatu masa, di salah satu hutan nan lebat yang sekarang terdapat di bilangan Kecamatan Tobelo Selatan, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara, mukim seorang gadis di sebuah perkampungan kecil yang hanya dihuni oleh beberapa keluarga, dengan jarak antara rumah satu dengan lainnya cukup berjauhan. so…

 

Walau rumahnya saling berjauhan, tetapi, hidup dan kehidupan di sana tergolong aman dan damai. Satu sama lain saling kenal, menghargai, dan juga tolong menolong.

 

Hari itu tak seperti biasanya, entah kenapa, Memeua demikian nama gadis itu merasa gelisah tak menentu. Berulangkali ia keluar masuk rumahnya tanpa tahu apa yang harus diperbuat.

 

Di tengah-tengah kegelisahan yang memuncak, Ketika sedang merenung di depan rumahnya sambil menatap rimbunnya dedaunan dan mendengarkan suara cericit burung nan riang di atas dahan, mendadak, telinganya mendengar ada suara yang menyapa dirinya dari belakang: “Wahai teman, siapakah namamu?”

 

“Saya Memeua,” jawab Memeua singkat sambil berbalik. Hatinya tercekat, betapa tidak, walau sudah sekian lama hidup, namun, belum ada seorang lelaki pun yang dengan sengaja datang ke rumahnya.

 

Belum lagi hilang keterkejutannya, pemuda tegap dan tampan yang ada di depannya langsung mengulurkan tangan sambil: berkata: “Maaf, saya Kobubu, berasal dari suku Galela.”

 

Kini, keduanya terlibat dalam pembicaraan yang demikian riang dan hangat. Ketika Kobubu minta diri untuk pulang, entah kenapa, hati Memeua pun terasa berat. “Apakah aku telah jatuh cinta?” Demikian bisik hatinya. Dan sontak pipinya pun memerah. Hal serupa juga terjadi pada Kobubu. Wajah dan senyum Memeua terus saja menghiasi ingatannya, Tanpa sadar, kadang, ia pun tersenyum sendiri…

 

Perlahan tetapi pasti, benih-benih cinta pun makin kuat bersemi di hati keduanya. Walau begitu, pertemuan untuk melepaskan rindu dendam di antara keduanya masih dilakukan dengan diamdiam. Hingga pada suatu hari, keduanya pun sepakat untuk menikah…

 

Setelah mengutarakan segala maksud dan tujuannya kepada yang dituakan di kampung itu, maka, hari dan waktu pernikahan pun segera diputuskan.

 

Waktu terus berlalu dengan cepat, tanpa terasa, waktu perhelatan pun segera tiba. Untuk itu, Kobubu meminta izin kepada sang kekasih untuk kembali sejenak ke kampung halamannya. Tujuannya, selain meminta restu dari kedua orang tua, juga akan membawa barang yang diperlukan serta hantaran bagi sang calon mempelai wanita. Memeua pun melepaskan kepergian sang kekasih dengan hati berbunga-bunga.

 

Ketika akan berangkat, Memeua dan semua penduduk kampung yang akan melepaskan Kobubu pun berpesan:

 

“Selamat jalan, hati-hati, ketika nanti kembali ke sini, jangan lupa membawa air telaga yang ada di Galela secukupnya untuk kita pakai. Maklum, di sini sangat susah untuk mendapatkan air.”

 

Kobubu mengangguk tanda mengerti. Akhirnya, dengan langkah pasti, ia pun meninggalkan perkampungan kecil di tengah hutan itu untuk kembalu ke kampung halamannya, Galela…

 

Di Galela, kedatangan Kobubu disambut dengan sukacita oleh keluarga dan semua orang yang mengenalnya. Dengan singkat dan jelas, Kobubu meminta restu dari semuanya untuk menikah dengan Memeua. Sudah barang tentu, semuanya menyambut dengan gembira.

 

Pada hari yang ditentukan, ketika akan kembali ke rumah sang kekasih, Memeua, tak lupa, Kobubu membawa air dari telaga yang terdapat di kampung halamannya sebanyak satu tipo (seruas bambu-pen).

 

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya, Kobubu pun sampai di rumah Memeua. Ia pun langsung menyerahkan tipo berisi air yang dibawanya sambil berkata, “Ini air yang kalian minta dari telaga di kampung halamanku.”

 

“Terima kasih … terima kasih … kakak,” kata Memeua dengan riang sambil menerima tipo dan membewanya ke belakang.

 

Sebagian air itu dituangkan ke belanga, sementara, sisanya dituangkan ke dalam tanah yang sudah digali dan ditutupi dengan tempurung.

 

Keanehan pun terjadi. Esoknya, tempurung sudah terapung di atas permukaan air. Melihat hal itu, untuk menghindari kotoran yang masuk, Memeua pun segera menutupnya dengan gaun goro-goro (daun talas-pen). Ternyata tidak berhenti sampai di situ, keanehan terus berlanjut, esok selanjutnya, daun itupun sudah terapung di atas permukaan air.

 

“Kakak … kenapa air itu terus meluap?” Tanya Memeua dengan cemas.

 

“Tidak mengapa, bukankah kita kesulitan untuk mendapatkan air jernih?” Kata Kobubu balik bertanya.

 

Memeua pun terdiam. Diam-diam, ia membenarkan apa yang dikatakan oleh calon suaminya itu. an menjelang malam, sebelum beristirahat, Memeua menutupi air itu dengan habongo (alat penampi beras-pen). Paginya kembali terjadi hal yang sama. Habongo sudah terapung karena air yang terus melimpah…

 

Tanpa terasa, kejdaian itu terus berlanjut. Karena permukaan air yang terus melimpah, maka, pada suatu hari, Memeua pun menutupnya dengan tikara, tikar yang terbuat dari anyaman daun buho. Setelah itu, keduanya pun beritirahat. Karena kelelahan yang teramat sangat, maka, keduanya pun cepat terlelap.

 

Jauh sebelum pagi menjelang, tiba-tiba, ayam peliharaan mereka berkokok nyaring tanda akan terjadinya bencana.

 

Keduanya segera terbangun dan keluar dari rumahnya. Dan apa yang terjadi, tak lama kemudian, seluruh penduduk kampung pun berkumpul di dekat rumah mereka. Wajah mereka ketakutan. Beberapa hanya bisa menunjuk. Ternyata, air dari belakang rumah Memeua terus melimpah, melimpah dan melimpah… Tanpa berpikir panjang, semua yang ada di tempat itu segera lari untuk menyelematkan diri. Tak terkecuali Kobubu dan Memeua.

 

Agaknya, takdir berkehendak lain. sekali ini, tanpa sadar, keduanya mengambil arah yang berbeda. Memeua berlari ke arah tenggara, sedang Kobubu ke arah barat laut sementara, air seolah terus mengikuti langkah kaki mereka. Lama kelamaan, mereka pun kehabisan tenaga dan pasrah kepada nasib…

 

Karena lupan air yang begitu cepat, akhirnya, Memeua yang telah kehabisan tenaga pun nekat untuk mengorbankan diri dengan cara berpegangan pada batang pohon Torobuku an melakukan peruses booteke (proses gaib untuk menyatukan diri dengan pohon-pen), sambil berkata:

 

“Batas air cukup sampai di sini saja dan akan mengalir ke Kali Mawea!”

 

Dan apa yang terjadi? Ternyata, air patuh kepada perintah Memeua. Air pun berhenti meluap, hingga saat ini, siapa pun masih beisa melihat batang pohon Torobuku yang menyatu dengan Memeua. Konon, dahulu, bila dipotong, pohon yang satu ini bukan mengeluarkan getah, melainkan darah manusia.

 

Hal serupa juga terjadi dengan Kobubu. Tenaganya telah terkuras habis, akari tetapi, ia tak kuasa untuk menahan limpasan air yang begitu cepat. Oleh sebab itu, ia pun memutuskan untuk mengorbankan diri dengan cara menenggelamkan diri. Pada akhirnya, tubuh Kobubu menjadi patok atau batas bagian barat dari Talaga Paca.

 

Hingga saat ini, bila dari telaga ini timbul gelembung-gelembung air, maka, Orang pun akan mengatakan bahwa itu adalah Kobubu yang sedang mengeluarkan napas. Sampai dengan sekarang, keanehan pun masih kerap terjadi. Menurut tutur yang berkembang, kadang, di tengah-tengah telaga, muncul bangunan misterius yang bentuknya selalu berubah-ubah. Kadang mirip dengan candi, gereja bahkan masjid. Kebanyakan masyarakat berpendapat, mungkin, itu adalah perkampungan yang telah tenggelam ketika air di rumah Memeua terus meluap Ya… perkampungan yang hilang itu, sekarang, letaknya kira-kira di sebelah barat Desa Paca. Wallahu a’l bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: dukun.asia
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Mistis: PESUGIHAN SATE GAGAK

KyaiPamungkas

Kisah Mistis: DAYAK PUNAN SEGAH

KyaiPamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: Kesetiaan Khodam Keris

admindukun
error: Content is protected !!